Cerita Sex Pengalaman Ngentot Bersama Anna
Anna
dan Dicky menyiapkan jamuan makan mewah, sebab masakan yang dipesan
dari salah satu restoran mahal di bilangan Jakarta ini. Dengan
mengenakan celana panjang coklat tua dan kaos berleher berwarna coklat
muda, aku tiba di rumah mereka pukul 18 dan melihat Sinta telah ada di
sana.
Dicky
mengenakan celana panjang hitam dan hem biru muda bertangan pendek.
Anna mengenakan gaun warna biru muda, seperti warna hem suaminya, agak
ketat membungkus tubuhnya yang seksi, gaun itu tergantung di pundaknya
pada dua utas tali, sehingga memperlihatkan sebagian payudaranya.
Sinta
tak ubahnya seorang putri, memakai gaun berwarna merah muda, ketat
menampilkan lekuk-lekuk tubuhnya yang menggairahkan, juga dengan belahan
dada agak rendah dengan potongan setengah lingkaran. Keduanya
seolah-olah ingin menunjukkan keindahan payudaranya di depanku dan Dicky
untuk menyatakan payudara siapa yang paling indah. Payudara kedua
perempuan itu memang tidak terlalu besar, tetapi cukup merangsang
buatku.
Milik
Anna lebih kecil sedikit daripada milik Sinta. Hal itu sudah kubuktikan
sendiri ketika mencoba menelan payudara keduanya. Payudara Sinta masih
tersisa lebih banyak daripada payudara Anna, waktu kuisap
sebanyak-banyaknya ke dalam mulutku.
Kami
berempat duduk di ruang makan menikmati jamuan yang disediakan tuan
rumah. Hidangan penutup dan buah-buahan segar membuat kami sangat
menikmati jamuan tersebut.
Dari
ruang makan, kami beranjak ke ruang keluarga. Anna menyetel musik
klasik, sedangkan Dicky mengambil minuman bagi kami, ia menuangkan
tequila buat Anna dan Sinta, sedangkan untuknya dan aku, masing-masing
segelas anggur Prancis, agak keras kurasa alkoholnya. Rona merah
membayang pada wajah mereka bertiga, dan kupikir demikian juga denganku,
akibat pengaruh minuman yang kami teguk.
Percakapan
kami yang semula ringan-ringan di seputar kerja dan kuliah Sinta makin
beralih pada hal-hal erotis, apalagi waktu Anna melihat ke arahku dan
berkata, “Wah, pengaruh anggur Prancis sudah membangunkan makhluk hidup
di paha Agus. Lihat nggak tuh Sin?” Sinta menengok ke bagian bawah
tubuhku dan membandingkan dengan Dicky, “Lho, yang satu ini pun sudah
mulai bangkit dari kubur, hi… hi….hi…”
Sinta
yang duduk di dekatku menyenderkan kepalanya pada bahu kananku. Anna
mengajak suaminya berdiri dan berdansa mengikuti irama lagu The Blue
Danube-nya Strauss. Entah pernah kursus atau karena pernah di luar
negeri, mereka berdua benar-benar ahli melakukan dansa.
Setelah
lagu tersebut berlalu, terdengar alunan Liebestraum. Dicky melepaskan
pelukannya pada pinggang Anna dan mendekati Sinta, lalu dengan gaya
seorang pangeran, meminta kesediaan Sinta menggantikan Anna menemaninya
melantai, sementara Anna mendekatiku.
CERITA DEWASA
Aku
yang tak begitu pandai berdansa menolak dan menarik tangan Anna agar
duduk di sampingku memandang suaminya berdansa dengan keponakannya.
Rupanya Sinta pun tidak jelek berdansa, meskipun tak sebagus Tantenya,
ia mampu mengimbangi gerakan Dicky.
Saat
alunan lagu begitu syahdu, mereka berdua saling merapatkan tubuh,
sehingga dada Dicky menekan payudara Sinta. Di tengah-tengah alunan
lagu, wajah Dicky mendekati telinga Sinta dan dengan bibirnya, ia
mengelus-elus rambut di samping telinga Sinta dan dengan kedua bibirnya
sesekali cuping telinga Sinta ia belai.
Tatapan
Sinta semakin sayu mendapati dirinya dipeluk Dicky sambil dimesrai
begitu. Lalu bibir Dicky turun ke dagu Sinta, menciumi lehernya. Kami
dengar desahan Sinta keluar dari bibirnya yang separuh terbuka. Lalu ia
dengan masih berada pada pelukan Dicky di pinggangnya, mengarahkan
ciuman pada bibir Dicky. Mereka berpagutan sambil berpelukan erat, kedua
tangan Dicky melingkari pinggul Sinta, sedangkan kedua tangan Sinta
memeluk leher Dicky. Permainan lidah mereka pun turut mewarnai ciuman
panas itu.
Dicky
lalu membuka gaun Sinta hingga terbuka dan melewati kedua pundaknya
jatuh ke lantai. Kini Sinta hanya mengenakan kutang dan celana dalam
berwarna merah muda. Tangan Sinta ikut membalas gerakan Dicky dan
membuka hemnya,
kemudian
kulihat jari-jarinya bergerak ke pinggang Dicky membukai ikat pinggang
dan risleting celana Dicky. Maka terlepaslah celana Dicky, ia hanya
tinggal memakai celana dalam. Lalu jari-jari Sinta bergerak ke belakang
tubuhnya, membuka tali kutangnya, hingga menyembullah keluar kedua
payudaranya yang sintal.
Keduanya
masih saling berpelukan, melantai dengan terus berciuman. Namun tangan
keduanya tidak lagi tinggal diam, melainkan saling meraba, mengelus;
bahkan tangan Dicky mulai mengelus-elus bagian depan celana dalam Sinta.
Sinta mendesah mendapat perlakuan Dicky dan mengelus-elus penis Dicky
dari luar celana dalamnya, lalu dengan suatu tarikan, ia melepaskan
pembungkus penis tersebut sehingga penis Dicky terpampang jelas
memperlihatkan kondisinya yang sudah terangsang.
Dicky
mengarahkan penisnya ke vagina Sinta dan melakukan tekanan
berulang-ulang hingga Sinta semakin liar menggeliatkan pinggulnya,
apalagi ciuman Dicky pada payudaranya semakin ganas, dengan isapan,
remasan tangan dan pilinan lidahnya pada putingnya. Sinta terduduk ke
karpet diikuti oleh Dicky yang kemudian meraih tubuh Sinta dan
membaringkannya di sofa panjang. Dengan jari-jari membuka celah-celah
celana dalam Sinta, mulutnya kemudian menciumi vagina Sinta. Erangan
Sinta semakin meninggi berganti dengan rintihan. “Dick, ayo sayang …..
ooooohhhh …. Yahhh, gitu sayang, adddduhhhh … nikmat sekali …..
aaakkkhhhh …. ”
Setelah
beberapa saat mengerjai vagina Sinta, Dicky berlutut dekat Sinta dengan
kaki kanan bertelekan di lantai, sedangkan kaki kirinya naik ke atas
sofa, ia arahkan penisnya ke vagina Sinta dari celah-celah celana dalam
Sinta. Lalu perlahan-lahan ia masukkan penisnya ke vagina Sinta dan
mulai melakukan tekanan, maju mundur, sehingga penisnya masuk keluar
vagina Sinta.
Anna
yang duduk di sebelah kiriku terangsang melihat Dicky dan Sinta, lalu
mencium bibirku. Kubalas ciumannya dengan tak kalah hebat sambil
mengusap-usap punggungnya yang terbuka. Anna memegangi kedua rahangku
sambil menciumi seluruh wajahku, lidahnya bermain di sana-sini, membuat
birahiku semakin naik, apalagi ketika lidahnya turun ke leherku dan
dibantu tangannya berusaha membuka kaosku. Kuhentikan gerakannya
meskipun ia membantah, “Ayo dong Gus?”
“Tenang
sayang …. ” kucium bibirnya sambil menunduk dan dengan tangan kiri
menahan lehernya, tangan kananku mengangkat kakinya hingga ia jatuh ke
dalam boponganku dan kugendong menuju kamar tidur mereka. Kami tak
pedulikan lagi Dicky dan Sinta yang semakin jauh saling merangsang.
Kurebahkan tubuhnya di ranjang dan kubuka seluruh pakaianku.
“Cepet banget Gus, udah sampai ke ubun-ubun ya sayang?” tanya menggoda sambil berbaring.
“Udah berapa minggu nich, kangen pada tubuhmu …” jawabku sambil mendekati dirinya.
Kembali
kulabuhkan ciuman pada bibirnya sambil jari-jariku mengelus pundaknya
yang terbuka sambil membukai kedua tali di pundaknya. Lidahku mencari
payudaranya dan mengisap putingnya. Isapan mulutku pada putingnya
membuat Anna mengerang dan menggelinjang, apalagi ketika sesekali
kugigit lembut daging payudaranya dan putingnya yang indah, yang sudah
tegang.
Mungkin
karena pengaruh minuman keras dan tontonan yang disajikan Sinta dan
Dicky barusan, kami berdua pun semakin liar saling mencium tubuh yang
lain satu sama lain. Pakaian kami sudah terlempar kesana kemari. Ciuman
bibir, elusan jari-jari dan bibir, remasan tangan, jilatan lidah
menyertai erangan Anna dan aku. Kami berdua seolah-olah berlomba untuk
saling memberikan kepuasan kepada yang lain.
Apalagi
ketika Anna menindih tubuhku dari atas dengan posisi kepala tepat pada
pahaku dan mengerjai penisku dengan ganasnya. Vaginanya yang tepat ada
di atas wajahku kuciumi dan kujilati, klitorisnya kukait dengan lidah
dan kugunakan bibirku untuk mengisap klitoris yang semakin tegang itu.
Setelah
tak tahan lagi, Anna segera bangkit lalu menungging di depanku. Rupanya
ia mau minta aku melakukan doggy style posisi yang sangat ia sukai.
Dari ruang keluarga, kudengar rintihan Sinta dan erangan Dicky. Mungkin
mereka sudah semakin hebat melakukan persetubuhan.
Kuarahkan
penisku ke vagina Anna. Kugesek-gesekkan kepala penis hingga ia kembali
merintih, “Guuussss, jangan permainkan aku! Ayo masukin dong, aku nggak
tahan lagi, sayaaaanngg!” pintanya.
CERITA PORNO
Penisku
mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam vaginanya. Kupegang
pinggulnya dan memaju-mundurkan tubuhnya mengikuti alunan penis masuk
keluar vaginanya. Sekitar lima menit kulakukan gerakan begitu, ia belum
juga orgasme, begitu pula aku. Kemudian kuraba kedua payudaranya yang
menggantung indah dari belakang. Kuremas-remas sambil merapatkan dadaku
ke punggungnya. Ia mengerang, mendesah dan merintih.
“Ahhhh
….. sshsshh, ouuughhhh, nikmatnyaaaa …… sayangkuuuuu. ….” Mendengar
suaranya dan merasakan geliat tubuhnya di bawah tubuhku, membuatku makin
terangsang. Lalu kutarik kedua tangannya ke belakang tubuhnya. Kupegang
lengannya dengan sentakan kuat ke arah tubuhku hingga ia mendongakkan
kepalanya.
Kedua
tangannya berusaha menggapai payudaranya dan meremas-remas payudaranya
sendiri. Kami berdua kini dalam posisi bertelekan pada lutut
masing-masing, agak berlutut, ia tidak lagi menungging, penisku membenam
dalam-dalam ke vaginanya. Rintihan Anna semakin tinggi dan saat
kuhentakkan beberapa kali penisku ke dalam vaginanya, ia menjerit,
“Aaaaahhhhhh ….. oooooggghhh …..” Penisku terasa diguyur cairan di
dalam.
Aku
tak kuat lagi menahan nafsuku dan menyusul dirinya mencapai puncak
kenikmatan. Ia lalu menelungkup dengan aku menindih punggungnya yang
sesekali masih memaju-mundurkan penisku di dalam vaginanya. Keringat
bercucuran di tubuh kami, meskipun pendingan kamar itu cukup dingin
ketika kami baru masuk tadi.
Kemudian
kami berbaring berpelukan, aku menelentang sedangkan Anna merebahkan
tubuhnya di atasku. Di ruang sana tak terdengar lagi suara Dicky dan
Sinta, mungkin mereka juga sudah orgasme. Tanpa sadar, aku tertidur,
juga Anna. Aku terjaga ketika merasakan ciuman pada bibirku. Kubalas
ciuman itu, tetapi aromanya berbeda dengan mulut Anna. Kubuka kelopak
mataku, kulihat Sinta masih telanjang membungkuk di atas tubuhku sambil
menciumi aku. Mataku terbuka lebar sambil memagut bibirnya memainkan
lidahku di dalam mulutnya, ia membalas perlakuanku hingga lidah kami
saling berkaitan.
Sedangkan
Dicky kulihat mendekati Anna dan menciumi payudara istrinya. Anna
menggeliat dan membalas ciuman dan pelukan suaminya. Tangannya mengarah
ke bagian bawah tubuh Dicky meraih penis suaminya yang sudah melembek.
Ia rabai dan kocok penis itu, hingga kuperhatikan mulai bangun kembali.
Sinta
yang semula hanya menciumi bibirku dan memainkan lidahnya, menurunkan
ciumannya dan mencari dadaku, di sana putingku diciumi dan digigitnya
lembut. Lama-lama gigitannya berubah semakin buas, hingga membuatku
merintih sakit bercampur nikmat, “Kenapa, sayang? Sakit ya?” tanyanya
menghentikan permainannya sambil menatapku. Aku menggelengkan kepala dan
memegang kepalanya agar kembali meneruskan ulahnya.
Lidahnya
kembali terjulur dan bermain di putingku bergantian kiri dan kanan.
Setelah itu, ia turunkan ciumannya ke penisku yang masih ada sisa-sisa
sperma dan cairan vagina Anna. Ia lumat dan masukkan penisku ke dalam
mulutnya. Penis yang sudah lembek itu kembali tegang mendapat perlakuan
mulutnya.
Tangannya
memegang pangkal penisku melakukan gerakan mengocok. Bibirnya dan
lidahnya juga bermain di testisku dan “Uuuuhhhh ….” aku mendesah, sebab
kini lidahnya menjilati analku tanpa rasa jijik sedikit pun. Setelah itu
kembali mulutnya bermain di testisku dan memasukkan kedua testis itu
bergantian ke dalam mulutnya. Sedotan mulutnya membuat birahiku kembali
muncul. Sementara rintihan Anna kembali terdengar. Kuintip mereka, Dicky
kini menciumi paha istrinya, sama seperti perbuatan Sinta padaku.
Sinta
melihat penisku makin tegang, tetapi kemudian ia melangkah ke bufet
kecil di samping ranjang. Tak lama kemudian ia kembali ke ranjang sambil
memegang dildo berwarna merah di tangannya. Penis buatan itu memiliki
tali yang kemudian ia ikatkan ke pinggangnya sehingga kini Sinta
terlihat seperti seorang laki-laki, tetapi memiliki payudara.
Dicky
masih terus menciumi paha isterinya ketika Sinta memegang rambut Dicky
dan meminta Dicky menciumi payudara isterinya, sedangkan penis buatan
sudah ia arahkan ke vagina Anna. Dicky menoleh sekilas ke arah Sinta,
tetapi ia tidak menolak dan meremas-remas payudara istrinya sambil
menciumi dan memilin putingnya.
Desahan
Anna semakin kuat disertai geliat tubuhnya, apalagi saat dildo Sinta
mulai memasuki vaginanya yang kembali basah. Sinta kemudian
memaju-mundurkan tubuhnya hingga dildo itu masuk keluar vagina Anna.
Anna mengerang dan meracau dengan tatapan mata sayu. Kudekati wajahnya
dan kupagut bibirnya sambil turut membelai payudaranya membantu suaminya
yang masih terus meremas dan menciumi payudaranya.
Beberapa
saat dengan posisi itu, membuat Anna kembali naik birahi. Sinta
kemudian membalikkan tubuhnya ke samping sambil memegangi pinggang Anna
agar mengikuti gerakannya. Aku membantu gerakannya dan menggeser tubuh
Anna hingga kini berada di atas tubuh Sinta dengan dildo Sinta yang
tetap menancap pada vagina Anna.
Anna
yang ada di atas Sinta kini, menduduki perut Sinta sambil melakukan
gerakan seakan-akan sedang menunggang kuda. Desahan Anna semakin kuat
sebab dildo itu benar-benar masuk hingga pangkalnya ke dalam vaginanya.
Sinta tidak banyak bergerak, hanya pasif, tetapi jari-jarinya bermain di
sela-sela vagina Anna merangsang klitoris Anna. Aku memeluk Anna dari
belakang punggungnya, sedangkan Dicky dari arah depan tubuh Anna
meremas-remas dan sesekali menciumi dan menjilati payudara Anna.
“Gus, masih ada lubangku yang nganggur, ayo sayangg….. oooohhhh, nikmatnya” desahnya memohon.
Aku
menyorong tubuh Anna agar rebah di atas tubuh Sinta, lalu kusentuh
lubang analnya. Kubasahi dengan sedikit ludah bercampur cairan vaginanya
sendiri. Lalu setelah cukup pelumas, kumasukkan penisku ke dalam
analnya. Kugerakkan penisku maju mundur, sedangkan Anna dan Sinta saling
berciuman, dan Dicky meremas-remas payudara kedua perempuan itu
bergantian. Rintihan kedua perempuan itu semakin kuat terdengar.
CERITA SEX
Mungkin
karena merasa tindihan dua tubuh di atasnya agak berat, Sinta agak
megap-megap kulihat, sehingga kuajak mereka berdua melakukan gerakan ke
samping. Aku kini berbaring terlentang. Penisku yang tegang dipegangi
tangan Anna dan diarahkannya masuk ke dalam analnya sambil merebahkan
tubuhnya terlentang di atasku.
Lalu
Sinta kembali berada di atas tubuh Anna memasukkan dildo pada pangkal
pahanya ke dalam vagina Anna. Gerakan Sinta kini aktif, berganti dengan
aku yang pasif pada anal Anna. Tak lama kemudian Anna orgasme disertai
rintihan panjangnya. Kupeluk ia dari bawah, sedangkan bibirnya diciumi
oleh Sinta dengan ganasnya. Dicky masih terus meremas-remas payudara
kedua perempuan itu. Lalu Sinta mencabut penis buatan dari vagina Anna
dan berbaring di sampingku, sementara Dicky meletakkan tubuhnya di
samping Sinta sambil memeluk tubuh Sinta dan mencium bibirnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Anna bangun dari atas tubuhku dan membuka tali yang mengikat dildo pada pinggang Sinta.
Diperlakukan
seperti tadi, rupanya membuat Anna juga ingin mencoba apa yang
dilakukan oleh Sinta terhadap dirinya. “Mas, Gus, pegangi tangan dan
kaki Sinta. Yuk buruan, jangan berikan kesempatan buat dia!” katanya
memerintah kami berdua.
Sinta
yang masih kecapekan karena mengerjai Anna tadi mencoba meronta-ronta
ketika tanganku memegangi kedua tangannya dan mementangkan lebar-lebar,
sedangkan Dicky memegangi kedua telapak kakinya sehingga kedua paha dan
kakinya terpentang lebar. “Ah, Tante curang, masak pake pasukan
mengeroyok ponakannya …” katanya protes.
“Biarin,
abis ponakan nakal kayak gini. Masak Tantenya dihabisi kayak tadi?”
gurau Anna sambil berlutut di antara kedua paha Sinta. Ia lalu
menundukkan wajahnya menciumi dan menjilati vagina Sinta. Sinta
benar-benar tidak bisa berkutik, meskipun ia menggeliat-geliat, apalah
artinya, sebab tangan dan kakinya dipegangi oleh dua lelaki dengan
kuatnya. Puas menciumi vagina Sinta, Anna mengangkangkan pahanya di luar
paha Sinta, lalu menujukan dildo pada pahanya ke dalam vagina Sinta.
Setelah
dildo tersebut masuk, kedua pahanya bergerak ke arah dalam ke bawah
kedua paha Sinta, sehingga kedua paha Sinta semakin rapat mengunci dildo
yang sudah masuk dengan mantap ke dalam vaginanya. Sedangkan di bawah,
kedua tungkainya mengunci kedua tungkai Sinta. Kini tanpa dipegangi oleh
tangan Dicky pun, kaki Anna sudah mengunci paha dan kaki Sinta dengan
ketatnya.
Mulut
Anna mengarah pada payudara Sinta dan melumat habis kedua payudara
keponakannya. Sedangkan aku, sambil mementangkan kedua tangan Sinta,
mencium bibirnya dan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Sesekali
kuangkat wajahku dan berciuman dengan Anna.
Erangan
Sinta yang tak menduga serangan Tantenya semakin dahsyat, terdengar
semakin berubah menjadi rintihan. Apalagi Tantenya semakin cepat
menggerakkan dildo ke dalam vaginanya. Beberapa kali ia malah
menghentakkan dalam-dalam dildo tersebut ke vagina Sinta.
Mungkin
karena sudah sering melihat bagaimana gerakan penis suaminya atau
penisku masuk keluar vaginanya, ia pun tergoda untuk melakukan aksi
serupa. Cuma sekitar lima menit diserang begitu, Sinta tak kuasa lagi
bertahan, ia merintih lirih, “Tante Annnnaaaaa, aku dapet ….. aaahhhhhh
…… nikmattt …… sssshhhhh .…… ooouuugghhh ….. aaaakkkhhh.”
Anna
masih terus merojok vagina Sinta, hingga Sinta memaksaku melepaskan
kedua tangannya dan menolakkan tubuh Tantenya, “Tante, udah dong, bisa
pecah ntar memiawku!! Ahhh … sadis deh Tante!!” katanya. Kami tertawa
mendengar kalimatnya, sebab tahu mana mungkin pecah vaginanya dengan
alat yang mirip penisku dan penis Dicky. Anna merebahkan tubuh di
samping Sinta seraya mencium bibir Sinta dengan lembut. Keduanya
berciuman agak lama dan kembali berbaring terlentang berdampingan. Aku
dan Dicky mengambil tempat di samping mereka berdua.
Setelah
itu, Anna memintaku menyetubuhinya dengan posisi ia di atas dan aku
berbaring di bawah, kemudian ia minta lagi Sinta untuk memakai penis
buatan tadi ke dalam analnya lalu meminta penis suaminya untuk ia lumat
habis-habisan. Sinta yang ingin membalas perbuatan Tantenya, tidak
menolak.
Dengan
cepat diikatkannya tali dildo itu dan menyerang anal Tantenya. Rintihan
Anna kembali terdengar di sela-sela lumatan bibir dan mulutnya pada
penis suaminya. Dicky masih mau diperlakukan demikian beberapa kali,
tetapi mungkin karena tak tahan melihat ada vagina menganggur, ia
kemudian mendekati bagian bawah tubuh kami dan kulihat mengusap-usap
pantat Sinta. Lalu ia memasukkan penisnya ke dalam vagina Sinta.
Empat
tubuh telanjang berkeringat kini saling bertindihan. Dicky paling atas
menyetubuhi Sinta, sementara Sinta dengan dildo-nya mengerjai vagina
Anna, dan aku paling bawah mengerjai anal Anna dengan penisku yang
tegang terus. Sprey ranjang sudah acak-acakan oleh tingkah kami
berempat, tapi kami tak peduli lagi pada kerapihan.
Masih
dengan napas tersengal-sengal, Sinta membisikkan sesuatu ke telinga
Dicky. Dicky yang sudah melepaskan dirinya dari tubuh Sinta, memeluk
tubuh istrinya melepaskan analnya dari hunjaman penisku. Sinta kemudian
mendekati aku dan berbisik, “Gus, kita kerjai Tante lagi yuk? Sekarang
coba masukin penis kalian berdua ke memiawnya, ntar aku bantu dengan
dildo pada analnya.”
Wah
ide yang unik, pikirku sambil mengangguk. Kemudian kuraih tubuh Anna,
“Ada apa sich Gus, aku masih capek sayang!” Tapi penolakannya tak
kuhiraukan. Kutarik tubuhnya rebah menelungkup di atas tubuhku sambil
menggenggam penis yang kuarahkan pada vaginanya. Dasar vaginanya masih
merekah, dengan mudahnya penisku melesak ke dalam, membuatnya kembali
mendesah.
Tak
lama kemudian, Dicky mendekati kami dan mengarahkan penisnya ke dalam
vagina Anna. Penisku yang masih berada di dalam vagina Anna, bergesekan
dengan penis Dicky yang mulai menyeruak masuk keluar ke dalam. Mata Anna
yang tadinya sayu mendapat seranganku, membeliak merasakan nikmat
akibat dimuati dua penis pada vaginanya. Ia tak kuasa melawan walaupun
semula merasa vaginanya begitu padat dimasuki dua penis sekaligus.
Kemudian
kulihat Sinta memperbaiki letak dildo yang masih ia kenakan. Lalu
dengan hati-hati ia menempatkan dirinya di antar tubuh Dicky dan pantat
Anna. Dicky memberikan ruang gerak padanya dengan mencondongkan tubuhnya
ke arah belakang dan menahan berat badannya dengan kedua tangannya,
sehingga Sinta bebas memasukkan dildo ke dalam anal Anna.
Foto Telanjang
Aku
dan Dicky menghentikan gerakan dengan tetap membiarkan kedua penis kami
berada di dalam vagina Anna. Begitu dildo Sinta masuk ke dalam analnya,
Dicky mulai menggerakkan penisnya lagi, merasakan gerakan itu, aku
mengikuti irama mereka berdua. Rintihan Anna meninggi saat dildo Sinta
memasuki analnya bersamaan dengan kedua penis kami. Kututup rintihannya
dengan mencium bibir Anna.
Ia
memagut bibirku dengan kuat, bahkan sempat menggigit bibirku dan
mengisap lidahku kuat-kuat. Mungkin pengaruh desakan dua penis sekaligus
pada vaginanya dan penis buatan pada analnya, membuat Anna
melayang-layang mencapai puncak kenikmatan yang lain dari biasanya.
Ia
tidak lagi mengerang atau mendesah, melainkan merintih-rintih dan
bahkan sesekali menjerit kuat. “Auuuhhh …. Ooooohhhhh …. gila ….. kalian
bertiga benar-benar gila! Uuuukhhhh ….. sssshhhhh ….. aakkkkhhhh …..”
rintihnya sambil menggeliat-geliatkan tubuhnya menerima serangkan kami
bertiga. Pagutan bibirku menutup rintihannya dengan lilitan lidah yang
menjulur memasuki rongga mulutnya.
Sinta
merapatkan tubuhnya ke punggung Tantenya dan kedua tangannya bergerak
meremas-remas kedua payudara Tantenya. Anna merintih menikmati serangan
di sekujur tubuhnya terutama pada bagian-bagian vitalnya. Entah sudah
berapa puluh kali penisku dan penis Dicky bergerak masuk keluar vagina
Anna dan analnya dirojok dildo Sinta.
Sementara
kedua tangan Dicky masih menyangga tubuhnya, ia tak bisa berbuat
apa-apa walaupun kulihat beberapa kali mencoba meraih punggung Sinta
untuk meremas-remas kedua payudaranya dari belakang, tapi posisinya
tidak menguntungkan. Ia kemudian memusatkan pikiran pada gerakan
penisnya yang semakin cepat kurasakan bergesekan dengan penisku di dalam
vagina Anna yang sudah semakin becek.
Rintihan
Anna semakin tinggi berubah menjadi jeritan. Ia memiawik-mekik nikmat,
ketika mencapai orgasme. Dicky menyusul menghentakkan penisnya kuat-kuat
ke dalam vagina istrinya, tapi kedua tangan Anna menahan pantat
suaminya, agar tetap melabuhkan penisnya di dalam vaginanya. Ia seakan
tidak rela penis kami keluar dari vaginanya, meskipun ia sudah orgasme.
Tak lama kemudian, suaminya menyerah, mencabut penisnya.
Aku
masih bertahan dan meminta Sinta berbaring dengan Tantenya terlentang
di atas tubuhnya dan dildo yang dipakainya ia masukkan ke anal Anna,
sementara aku menancapkan penisku ke vagina Anna. Meskipun Sinta berada
di bawah tubuh Tantenya, tubuh Anna kupegangi agar tidak membebani
Sinta. Kuraih pundaknya agar merapat ke tubuhku. Tangan Anna bermain di
kedua payudara Sinta sambil menikmati hunjaman dildo Sinta pada analnya
dan penisku pada vaginanya yang barusan sudah mencapai kenikmatan.
Dicky
berbaring di sisi Sinta sambil membantu Anna membelai dan meremas-remas
payudara Sinta dan sesekali mencium bibir Sinta. Tangan Dicky bermain
di bagian bawah tubuh Sinta, rupanya ia mengorek-ngorek vagina Sinta,
hingga gadis itu tidak hanya menancapkan dildo ke vagina Tantenya,
tetapi juga menaiki anak tangga kepuasan oleh permainan tangan Dicky.
Sinta
menggeliat-geliat di bawah dengan dildo*-nya menancap dengan dalam pada
vagina Anna, sambil menikmati ulah jari-jari Dicky pada vaginanya.
Rintihan Sinta semakin kuat bercampur dengan jeritan Anna yang kuserang
habis-habisan dengan gerakan sekuat-kuatnya dan sedalam-dalamnya
membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Ia menjerit-jerit seperti waktu
penis suaminya bersama penisku masih berada di vaginanya.
Penisku
kupegangi dan kutekan kanan kiri merambah, mengeksplorasi dinding
vaginanya dan menarik tanganku hingga penisku masuk hingga pangkalnya.
Jari-jariku mencari klitorisnya dan membelai-belainya sedemikian rupa
hingga ia tak berhenti memiawik.
Sekujur
tubuh Anna bersimbah peluh dan kuperhatikan ada tetesan air keluar dari
matanya turun ke pipi. Rupanya saking nikmatnya multiorgasme yang ia
rasakan, tanpa terasa air matanya menetes. Tentu saja air mata bahagia.
Kukecup kelopak matanya menciumi air matanya dan bibirku turun ke
bibirnya, melakukan kecupan yang liar dan panas.
“Ooooooooogggghhhhhhhh
….. Gussssss ……. Uuuhhh ……. Ssssshhhhh …. Sintaaaaa ……
nikmatnyaaaaaahhhhhhh …… Aaaahhhhhh!!!” teriakannya terdengar begitu
kuat sambil menekankan vaginanya kuat-kuat ke penisku.
Seperti
biasanya kalau ia mencapai orgasme yang luar biasa, air seninya ikut
muncrat bersamaan dengan cairan vaginanya. Semprotan cairannya membasahi
penisku, sela-sela paha Sinta dan sprey di bawah kami. Mulutnya menolak
mulutku dan menggigit pundakku hingga terasa giginya menghunjam agak
perih di kulitku.
Dari
bawah kulihat Sinta juga semakin kuat menekan dildo ke anal Anna. Sinta
pun merintih, “Tanteeeee ….. aku …. juga dapeetttt nicchhhh …..
oooohhh, jari-jarimu lincah benar Oooommmm …..” pujiannya keluar memuji
perbuatan Dicky terhadap dirinya. Dicky mencium bibir Sinta dan
mengelus-elus payudaranya.
Foto Bugil
Terakhir,
aku menghentakkan penisku sedalam-dalamnya dan sambil mengerang nikmat,
muncratlah spermaku memasuki vagina Anna. Kutarik tubuh Anna berbaring
di atas tubuhku yang berbaring terlentang, sedangkan Sinta memeluk Dicky
yang menindih tubuhnya sambil terus berciuman dan memasukkan
jari-jarinya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Sinta yang pahanya sudah
merapat satu sama lain dan menjepit jari-jari dan tangan Dicky dengan
kuatnya.
Napas
Anna, Sinta dan aku yang terengah-engah semakin mereda sambil mencari
posisi yang enak untuk berbaring. Kuamati payudara kedua perempuan itu
sudah merah di sana-sini, akibat ciuman dan gigitan Dicky, aku dan
mereka berdua satu sama lain. Pundakku yang perih akibat gigitan Anna
tadi, diciuminya dengan lembut seraya minta maaf, “Gus, maaf ya, jadi
kejam gini sama kamu, abis nggak tau lagi sih mau ngapain. Yah udah,
pundakmu jadi sasaran mulut dan gigiku.” Kuelus-elus rambutnya sambil
berkata, “Tak apa, sayang. Ntar juga cepat sembuh koq, apalagi sudah kau
obati dengan ludahmu.”
Setelah
itu, kami berempat terbaring nyenyak setelah beberapa jam main tak
henti-hentinya. Kami baru bangun ketika matahari sudah naik tinggi dan
jarum jam dinding menunjuk pukul 11.00 WIB. Kami mandi berempat di kamar
mandi. Bathtub yang biasanya hanya dimuati satu atau dua tubuh orang
dewasa, kini menampung tubuh kami berempat yang sambil berciuman,
menggosok, meraba dan meremas satu sama lain, tetapi karena tenaga kami
sudah terkuras habis, kami tak main lagi pagi itu.
Namun
siangnya, usai makan, Sinta sempat memintaku untuk main lagi dengannya.
Dicky dan Anna, sambil tertawa-tawa dan memberi komentar, hanya
menonton keponakan mereka main denganku di karpet ruang keluarga mereka.
Sinta seolah tak kenal lelah, tidak cukup hanya meminta vaginanya
kukerjai, tetapi juga analnya, baik dengan posisi terlentang dengan
kedua kakinya kupentang lebar maupun dengan posisi ia menungging dan
kutusuk dari belakang.
Jika
kuhitung, ada sekitar tiga kali lagi ia orgasme, sementara aku hanya
sekali, tetapi untungnya penisku tetap bisa diajak kompromi untuk terus
main melayani permintaannya. Tepukan tangan Dicky dan Anna memuji
kekuatan kami berdua mengakhiri persetubuhan kami berdua, lalu Anna
membersihkan penisku yang dilelehi cairan vagina dan anal Sinta serta
spermaku, sedangkan Dicky membaringkan tubuh Sinta di sofa panjang dan
membersikan vaginanya dengan bibir dan lidahnya. Pelayanan kedua suami
istri itu benar-benar luar biasa terhadap keponakannya, Sinta dan aku.